Saudara-saudara seluruh anggota dan keluarga besar Partai Keadilan dan Pesatuan Indonesia yang saya banggakan, Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Kita semua berada di sini pada bulan (Oktober) yang pada tahun 1965 terjadi suatu peristiwa, yaitu tragedi di dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai.
Kita berada di sini bukan untuk memperingati tragedi pengkhianatan itu. Yang kita peringati adalah kesuksesan dan keberhasilan kita keluar dari kemelut politik pada tahun 1965 akibat pengkhianatan PKI atau Partai Komunis Indonesia pada tanggal 30 September tahun itu.
Pada tanggal 1 Oktober, sehari sesudah itu, kita telah melakukan suatu gerakan dimana Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dikuti oleh Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian dan Intelijen Negara serta seluruh aparat negara, alat-alat negara dan rakyat Indonesia dan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang patriotik seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan organisasi-organisasi nasionalis lainnya menumpas semua pengikut-pengikut dan menghapuskan aliran politik komunis yang merajalela pada waktu itu.
Kenapa kita mempunyai kesadaran seperti itu, saudara-saudara? Adalah karena kita tidak pernah melupakan sejarah nasional kebangsaan kita. Kita sudah berkali-kali mengalami atau menderita pengkhianatan di dalam sejarah kebangsaan kita, di tanah air kita ini, (sehingga) mengakibatkan kita tidak maju-maju, karena fitnah memfitnah diantara kita.
Ketika kita akan memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia dulu, ada satu organisasi yang menamakan diri Laskar Pemoeda meminta supaya seorang yang bernama Amir Sjarifoeddin –dia adalah gembongnya PKI– untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Namun kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa pada akhirnya rakyat menginginkan Soekarno-Hatta yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh bangsa Indonesia. Itulah awal bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyelamatkan negara bangsa Indonesia ini dari kehancuran.
Saudara-saudara, masih menurut sejarah Indonesia yang kita pelajari bersama, sesudah proklamasi kemerdekaan tokoh elite politik masih berusaha terus, dan berhasil untuk mendudukkan Amir Sjarifoeddin sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia[1] pada pasca Perjanjian Renville[2].
Pasca Perjanjian Renville terjadi kekacauan, keributan, pemikiran yang bertolak belakang, silang menyilang, sehinga rakyat menyatakan ketidak-percayaannya kepada pemerintahan PKI. Amir Sjarifoeddin jatuh, dan kemudian tidak terima. Padahal pada waktu itu bangsa Indonesia masih memberi kesempatan. Meski tidak lagi menjabat sebagai Perdana Menteri, Amir Sjarifoeddin diberi kesempatan menjadi Menteri Pertahanan Republik Indonesia. Ini sesuatu langkah yang sangat berbahaya, tetapi pada waktu itu barangkali (merupakan) satu-satunya cara (yang bisa dipilih) untuk melakukannya.
Namun demikian Amir Sjarifoeddin tetap tidak puas dengan kebijakan dan kesempataan (yang diberikan) itu. PKI yang ilegal yang waktu itu bermukim di bawah Front Demokrasi Rakyat pimpinan Amir Sjarifoeddin, melakukan gerakan di bawah pimpinan Muso yang saat itu baru pulang dari Soviet setelah sekian lama bermukim di negara komunis pada waktu itu.
Muso ingin merebut kembali, supaya PKI yang di bawah tanah –yang klandestin ini– menjadi legal dan bergerak di atas tanah. Untuk itu cara dan strategi yang dilakukannya adalah melakukan fusi, dari ilegalitas PKI masuk ke PSI yaitu Partai Sosialis Indonesia yang merupakan partai legal, juga menyusup ke Partai Buruh Indonesia atau PBI. Setelah melakukan fusi, Muso kemudian memproklamirkan negara Republik Soviet Indonesia [3].
Saudara-saudara sekalian, apa yang dilakukan Muso untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui suatu strategi atau metode yang ia beri nama Jalan Baru Republik Indonesia[4].
Pada waktu itu Bung Karno berpidato di depan seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke mendengarkan pidato itu. Bung Karno mengatakan: “Wahai bangsa Indonesia kamu boleh pilih ikut Muso dengan PKI-nya atau ikut Soekarno-Hatta.”
Rakyat mendengungkan dan menggemakan suatu aspirasi kompak bahwa (mereka) ikut Soekarno-Hatta. Kemudian berkibarlah nasionalisme, berkibarlah rasa kebangsaan Indonesia itu di seantero Nusantara.
Pada bulan September tahun 1965 terjadi lagi pengkhianatan yang sama. Dilakukan oleh PKI yang dengan segala cara dan daya upaya serta strateginya bisa menjadi legal di dalam sejarah perpolitikan bangsa kita. Dan dengan memperalat oknum-oknum di dalam angakatan bersenjata mereka berusaha melakukan kudeta yang ternyata kemudian gagal. Pada tanggal 1 Oktober kita menggagalkannya dengan cara menangkap dan menghukum –sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia– (terhadap) para oknum yang bertanggung jawab.
Jadi, kita berada di sini saudara-saudara, seluruh keluarga besar dan anggota Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, adalah untuk memperingati SATU OKTOBER yaitu Hari Kesaktian Pancasila, Pancasila Sakti. (Disebut) Sakti (karena terbukti) tidak tergoyahkan walaupun terus didera oleh pengkhianatan demi pengkhianatan.
Pengkhianatan itu bisa subur oleh karena fitnah, dan itulah senjatanya PKI sejak Muso dengan Front Demokrasi Rakyat dan PKI-nya, serta (gagasan) Jalan Baru Republik Indonesia 1948 dia terus melancarkan fitnah kepada pemerintah Soekrano-Hatta yang didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Demikian pula pada waktu terjadi Gerakan 30S/PKI, modalnya adalah fitnah, fitnah memfitnah.
Sekali lagi, (kita patut) bersyukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa bangsa Indonesia telah terselamatkan dari pengkhianatan demi pengkhianatan tadi, dan juga bisa sadar bahwa fitnah adalah senjata dari PKI. Fitnah adalah senjata dari kaum komunis yang mengadu domba umat beragama, mengadu domba antar umat beragama, mengadu domba antar bangsa kita sendiri.
Mari kita bergandengan tangan dengan PKP Indonesia di barisan terdepan untuk tetap mengibarkan panji-panji nasionalisme dengan sang Dwi Warna. Kita ingat bahwa kita tetap berdiri dan hidup di negara Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan pada filsafat bangsa (yaitu) Pancasila.
Oleh karena itu saudara-saudara, kita harus menjauhkan diri dari segala fitnah dan adu domba yang (akan) membuat kita terus menerus semakin ketinggalan dari negara-negara dan rakyat-rakyat tetangga kita. Semakin hari kita semakin ketinggalan jauh, kita sibuk dengan fitnah memfitnah, dengan benci membenci, dengan khianat mengkhianati, sibuk dengan itu saja, tidak memikirkan tentang langkah ke depan bagaimana kita harus sejahtera, bagaimana kita harus mengamankan Republik Indonesia.
Saudara-saudara, sudah terbukti bahwa pada tangal 1 Oktober kita melakukan gerakan yang membuktikan kepada seluruh rakyat Indonesia akan kesaktian Pancasila sebagai dasar filosofi bangsa kita, sebagai ideologi negara bangsa Indonesia. Dengan itu kita yakin bahwa segenap komponen bangsa kita tidak akan mungkin terpengaruh apalagi tertembus lagi oleh ideologi atau aliran politik komunisme. Kita sudah anti komunis dan kita sudah bakukan dalam Tap MPRS nomor 25 Tahun 1966 yang melarang komunisme hidup di negara Republik Indonesia.
Kita juga yakin seyakin-yakinnya bahwa aparat keamanan, aparat pertahanan, aparat intelijen kita akan selalu berjuang dan bekerja keras untuk melindungi rakyat kita dari kebangkitan kembali PKI atau munculnya kembali PKI, apa pun namanya, PKI Gaya Baru atau nama lain, (namun) tetap komunis. Kita percaya (kebangkitan kembali PKI atau munculnya kembali PKI) tidak mungkin akan terjadi.
Kalau (kita) sampai percaya bahwa kebangkitan PKI akan terjadi, berarti kita sudah tidak percaya lagi kepada aparat keamanan yang kita bangga-banggakan. Aparat TNI, Polri, dan Intelijen, mereka semua bekerja keras, dan rakyat tidak perlu takut, rakyat kita harus yakin bahwa kita tetap berdiri di jalan yang benar, yaitu berdiri di atas landasan filosofi bangsa kita sendiri, (yaitu) Pancasila.
Hanya dengan Pancasila itulah meski kita berkali-kali mendapat segala cobaan, rongrongan dan hambatan serta ancaman, kita berhasil keluar dari sana, dan kita sukses sampai kita berumur 72 tahun sekarang ini. Sekarang kita lihat ke depan bahwa kita harus maju melangkah lebih maju, lebih cepat dari tetangga kita yang dulu terbata-bata berada di belakang kita, sekarang mereka sudah sama dan bahkan ada yang mendahului kita di dalam memenuhi kesejahteraan rakyatnya.
Saudara-saudara, marilah kita ber-cancut tali wondo[5], marilah kita bergandeng tangan untuk rawe-rawe rantas malang-malang putung[6], kalau ada hal-hal yang merintangi jalan untuk mencapai kesejahteraan lahir dan bathin kita tumpas habis sampai ke akar-akarnya.
Saudara-saudara, setiap gejolak yang terjadi di dalam masyarakat harus kita kenali apa sasarannya, kemudian kalau kita sudah mengenali sasarannya kita lihat metodenya, lihat strateginya, nanti kita akan ketemu pelakunya. Dan saudara-saudara jangan takut, kita akan tetap berjalan dan bergerak maju menuju cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Kita tidak akan terpengaruh oleh gonggongan anjing, kita tidak akan terpengaruh oleh lolongan serigala yang akan menghambat perjalanan kita menuju kepada cita-cita Proklamasi.
Saudara-saudara, kita sudah yakin seyakin-yakinnya, dengan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa, dan berpegang teguh pada perikemanusiaan dan persatuan antar bangsa kita, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan perwakilan, dan kedilan sosial bagi kita seluruh rakyat Indonesia, kita akan bergerak maju.
Saudara-saudara, tidak perlu takut, kita akan hadapi segala rintangan, dan kita adalah negara merdeka yang ber-Pancasila, kita anti komunis, dan negara kita juga anti ideologi lain seperti liberal kapitalisme, yang menyengsarakan rakyat. Semua itu bukan ideologi kita, bukan aliran kita.
Saudara-saudara sekalian, mari kita berjuang bersama-sama dalam PKP Indonesia untuk menjalin kesatuan dan persatuan bangsa kita yang jauh dari segala fitnah, jauh dari segala caci-maki, jauh dari segala benci-membenci, jauh dari segala pengkhianatan.
Demikian saudara-saudara, selamat memperingati Hari Kesaktian Pancasila, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa meridhoi bangsa Indonesia. Hidup Pancasila. Merdeka. Hidup PKPI. Merdeka. Hidup Partai Keadian dan Persatuan Indonesia. Merdeka.
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Catatan:
[1] Amir Sjarifoeddin menjabat sebagai Perdana Menteri pada tanggal 3 Juli 1947 hingga 29 Januari 1948.
[2] Perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat (USS Renville) yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
[3] Republik Soviet Indonesia diproklamasikan pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun. Oleh karena itu lebih dikenal dengan nama Periatiwa Madiun 1948.
[4] Jalan Baru merupakan gagasan (kebijakan) Muso yang disampaikan pada kongres PKI kelima tanggal 26-27 Agustus 1948, isinya sebagai berikut: (1) Bidang organisasi, harus diadakan perubahan yang radikal, misalnya mengembalikan kedudukan PKI sebagai pelopor kelas Buruh dan PKI harus mendapat kekuatan terbesar dalam pimpinan Revolusi Nasional; (2) Bidang politik, kaum komunis harus ingat akan anjuran Lenin bahwa persoalan pokok dalam setiap revolusi adalah soal kekuasaan negara. Tentang front nasional, kaum komunis telah lalai dalam mengadakan front tersebut sebagai persatuan antara rakyat yang progresif dan anti imperialis dengan kelas buruh sebagai pemimpinnya dan kaum tani sebagai sekutu kelas buruh; (3) Bidang ideologi, tiap anggota komunis diwajibkan membaca dan mempelajari teori-teori Marx, Engel, Lenin dan Stalin.
[5] Dalam bahasa Jawa, cancut berarti menyingsingkan baju. Sedangkan Cancut Taliwondo berarti segera berangkat mengerjakan tugas. Secara filosofis, cancut taliwondo memiliki makna ikut bekerja sama dengan segenap kemampuan yang dimiliki, dan tidak hanya berpangku tangan.
[6] Secara harfiah peribahasa yang berbunyi Rawe-Rawe Rantas Malang-Malang Putung ini berarti “tanaman yang menjulur-julur harus dibabat sampai habis dan yang menghalang-halangi jalan harus dipatahkan”. Makna filosofisnya adalah “segala sesuatu yang merintangi maksud dan tujuan harus disingkirkan”.